✔ Untuk Anda Yang Tak Suka Agresi Super Hening 212

Oleh: Dr. Iswandi Syahputra
Dosen IAIN Sunan Kalijaga, Yogyakarta

Demi Allah….
gres kali ini saya melihat agresi demo hingga menangis. Saya tidak berpengaruh menahan rasa haru, bahagia, bangga, gembira, dan sedikit amarah semua berbaur menjadi satu.

Awalnya saya ke Jakarta untuk wawancara narasumber riset saya. Tapi sebuah penerbit juga mengusulkan saya menulis buku perihal agresi 411 dan 212, lebih kurang membahas ‘Media Soslial dan Aksi Damai 4/212’. Karena kebetulan itu, saya bergerak hadir ke Monas sentra lokasi agresi 212.

Sambil menangis tersedu melihat agresi 212 saya telefon isteri untuk mengabarkan situasinya. Luar biasa, persatuan, kesatuan, kekompakan, persaudaraan, silaturrahmi umat Islam demikian nyata.

Pukul 07.00 WIB saya bergerak dari Cikini menuju Monas, ojeg yang saya tumpangi harus muter mencari jalan tikus. Semua jalan dan lorong mengarak ke Monas macet total. Perjalanan saya terhenti di Kwitang, dari Kwitang saya jalan kaki menuju Monas, hingga ke perempatan Sarinah. Saat hingga di Tugu Tani, dada saya mulai bergetar tak karuan.

Seperti orang takjub tidak terkira. Umat Islam yang hadir saling mengingatkan untuk hati-hati, jangan injak taman, buang sampah pada tempatnya, segala jenis makanan sepanjang jalan gratis. Tidak ada caci maki ibarat yang terjadi di sosial media. Saat itu sudah mulai perasaan berkecamuk, tapi masih sanggup saya tahan.

Tepat di depan Kedubes AS, dada saya meledak menangis haru ketika seorang kakek renta menunjukkan saya buah Salak, gratis. Saya tanya, “Ini salak dari mana Kek?” “Saya beli sendiri dari tabungan,” jawabnya. Saya haya sanggup termangu dan terpaku menatapnya.

Di sebelahnya, ada juga seorang Ibu renta juga menunjukkan makanan gratis yang dibungkus. Sepertinya mie atau nasi uduk. Bayangkan, Ibu itu niscaya berdiri lebih pagi untuk memasak makanan itu. Saya tanya, “Ini makanan Ibu masak sendiri?” “Iya”, jawabnya. “Saya biasa jualan sarapan di Matraman, hari ini libur. Masakan saya gratis untuk penerima aksi”. Masya Allah… Saya pribadi lemes, mes, messss… Saya semakin lemes lantaran dialog kami disertai bunyi sayup orang berorasi dan gema bunyi takbir.

Dan., sepanjang jalan yang saya lalui, saya menemukan semua keajaiban Aksi Super Damai 212. Pijat gratis, obat gratis, klinik gratis, makan dan minum gratis. Perasaan lain yang bikin saya merinding, tidak ada jarak dan batas antara umat Islam yang selama ini kena stigma sosial buatan mereka para nyinyiersdan haters sebagai ‘Islam Jenggot’, ‘Islam Celana Komprang’, ‘Islam Kening Hitam’, ‘Islam Cadar’, ‘Islam Berjubah’ dan stigma negatif lainnya. Semuanya bersatu dalam: Satu Islam, Satu Indonesia, dan Satu Manusia!

Sepanjang perjalanan, saya mendengar antara penerima bicara memakai bahasa kawasan Sunda, Jawa, Madura, Bugis, Aceh, Minang bahkan ada juga yang berbahasa Tionghoa. Mungkin mereka saudara kita dari kalangan non muslim.

Melihat itu semua, “Saya menyerah’, lagi-lagi saya menyerah!

Saya tidak kuasa menahan gejolak rasa yang bergemuruh dalam dada. Saya putuskan menepi, mencari kafe sekitar lokasi. Kebetelun saya punya sahabat baik yang pengelola “Sere Manis Resto dan Cafe”. Lokasinya strategis, pas di pojok Jl. Sabang dan Jl. Kebon Sirih. Tidak jauh dari bunderan BI dan Monas. Saya putuskan menyendiri masuk cafe itu untuk memesan secangkir kopi dan menyaksikan semua kejadian dari layar TV dan Gadget yang terkadang diacak timbul karam kekuatan sinyalnya.

Tapi di Resto/Cafe ‘Sere Manis’ itu juga saya temui umat Islam berkumpul membludak. Rupanya mereka antri mau mengambil wudhu yang disiapkan pengelola restoran. Tidak cuma itu, saya menemukan ketakjuban lain. Di dalam resto/cafe saya bertemu sahabat baru, seorang Scooter yang tinggal di kawasan Cinere. Dia dan teman-temannya menentukan berjalan kaki dari Cinere ke Monas (sekitar 40 KM) untuk mencicipi kebahagiaan para santri yang berjalan dari Ciamis ke Jakarta.

Masya Allah…. Saya semakin sangat kecil rasanya dibanding mereka semua. Ini dongeng dan kesaksian saya perihal Aksi Super Damai 212. Mungkin ada ratusan atau ribuan orang ibarat saya yang tidak terhitung atau tidak masuk dalam gambar agresi yang beredar luas. Kami orang yang lemah, tidak sekuat saudara kami yang berjalan kaki di Ciamis atau Cinere.

Maka, janganlah lagi menghina agresi ini. Apalagi kalau hinaan itu keluar dari kepala seorang muslim terdidik. Tidak menjadi mulia dan terhormat Anda menghina agresi ini. Terbuat dari apa otak dan hati Anda hingga sangat ringan menghina agresi ini? Atau, apakah lantaran Anda menerima beasiswa atau dana riset dari pihak tertentu kemudian dengan gampang menghina agresi ini?

Jika tidak setuju, cukuplah diam, kritik yang baik, atau curhatlah ke isteri Anda berdua. Jangan menyebar kebencian di ruang publik. Walau menyebar kebencian, saya tahu kalian mustahil dilaporkan umat Islam. Sebab umat Islam tau persis kemana aturan berpihak ketika ini.

Terlepas ada kebencian dari para ‘nyinyiers’, saya senang sanggup tidak sengaja ikut agresi tenang 212 ini. Setidaknya saya sanggup menularkan dongeng dan semangat ini pada anak cucu saya sambil berkata: “Nak, ketika kamu bertanya ada dimana posisi Bapak ketika agresi tenang 2 Desember 2016? Bapak cuma buih dalam gelombang lautan umat Islam ketika itu. Walau cuma buih, Bapak terang ada pada posisi membela keimanan, keyakinan dan kesucian agama Islam.

Jangan ragu dan takut untuk berpihak pada kebenaran yang kamu yakini benar. Beriman itu harus dengan ilmu. Orang pintar itu harus lebih berani. Dan mereka yang hadir atau mendukung agresi 212 yaitu mereka yang beriman, pintar dan berani. Maka jadilah kamu mukmin yang pintar dan pemberani anakku”.
Sourche: islampos.com

Belum ada Komentar untuk "✔ Untuk Anda Yang Tak Suka Agresi Super Hening 212"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel