✔ Pertanian Organik: Pengertian, Sejarah Dan Klarifikasi Lengkap

Pertanian Organik: Pengertian, Sejarah dan Penjelasan Lengkap

Pertanian organik yakni sistem kebijaksanaan daya pertanian yang mengandalkan bahan-bahan alami tanpa memakai materi kimia sintetis. Beberapa tumbuhan Indonesia yang berpotensi untuk dikembangkan dengan teknik tersebut yakni padi, hortikultura sayuran dan buah (contohnya: brokoli, kubis merah, jeruk, dll.), tumbuhan perkebunan (kopi, teh, kelapa, dll.), dan rempah-rempah. Pengolahan pertanian organik didasarkan pada prinsip kesehatan, ekologi, keadilan, dan perlindungan. Yang dimaksud dengan prinsip kesehatan dalam pertanian organik yakni acara pertanian harus memperhatikan kelestarian dan peningkatan kesehatan tanah, tanaman, hewan, bumi, dan insan sebagai satu kesatuan lantaran semua komponen tersebut saling bekerjasama dan tidak terpisahkan. Pertanian organik juga harus didasarkan pada siklus dan sistem ekologi kehidupan. Pertanian organik juga harus memperhatikan keadilan baik antarmanusia maupun dengan makhluk hidup lain di lingkungan. Untuk mencapai pertanian organik yang baik perlu dilakukan pengelolaan yang berhati-hati dan bertanggungjawab melindungi kesehatan dan kesejahteraan insan baik pada masa kini maupun pada masa depan.

Sejarah pertanian organik

Pertanian tradisional dalam banyak sekali bentuk, yang telah dilakukan semenjak ribuan tahun di seluruh dunia, merupakan pertanian organik yang tidak memakai materi kimia sintetik. Pertanian dengan memanfaatkan ekologi hutan (kebun hutan, forest gardening) merupakan salah satu sistem produksi pangan pada masa prasejarah yang dipercayai merupakan pemanfaatan ekosistem pertanian yang pertama.

Pupuk sintetis telah dibentuk pada era ke 18, berupa superfosfat. Lalu pupuk berbahan dasar amonia mulai diproduksi secara masal ketika proses Haber dikembangkan semasa Perang Dunia I. Pupuk ini murah, bernutrisi, dan gampang ditransportasikan dalam bentuk curah. Perkembangan juga terjadi pada pestisida kimia pada tahun 1940an, yang memicu penggunaan materi kimia pertanian secara besar-besaran di seluruh dunia.[4] Namun sistem pertanian gres yang mulai berkembang ini membawa dampak serius secara jangka panjang pada pemadatan tanah, erosi, penurunan kesuburan tanah secara keseluruhan, juga dampak kesehatan pada insan tanggapan materi kimia beracun yang masuk ke materi pangan.

Para pakar biologi tanah mulai membuatkan teori mengenai bagaimana ilmu biologi sanggup dipakai pada pertanian untuk menanggulangi dampak negatif materi kimia pertanian tanpa mengurangi hasil produksi pertanian. Biodinamika biologi berkembang pada tahun 1920an dan menjadi versi awal dari pertanian organik yang dikenal sekarang. Sistem ini menurut filosofi antroposofi dari Rudolf Steiner.

Pada tahun 1930an dan awal 1940an, pakar botani terkemuka Sir Albert Howard dan istrinya Gabriel Howard membuatkan pertanian organik. Howard terinspirasi dari pengalaman mereka mengenai metode pertanian tradisional di India, pengetahuan mereka mengenai biodinamika, dan latar belakang pendidikan mereka.[6] Sir Albert Howard sanggup dikatakan sebagai "bapak pertanian organik" lantaran ia yang pertama kali menerapkan prinsip ilmiah pada banyak sekali metode pertanian tradisional dan alami.

Meningkatnya kesadaran lingkungan secara umum pada populasi insan di masa modern telah mengubah gerakan organik yang awalnya dikendalikan oleh suplai, kini dikendalikan oleh undangan pasar. Harga yang tinggi dan subsidi dari pemerintah menarik perhatian petani. Di negara berkembang, banyak sekali produsen pertanian yang bekerja dengan prinsip tradisional sanggup dikatakan setara dengan pertanian organik namun tidak bersertifikat dan tidak mengikuti perkembangan ilmiah dalam pertanian organik. Sehingga beberapa petani tradisional sanggup berpindah menjadi petani organik dengan mudah, yang terdorong oleh alasan ekonomi.

Metode

Pertanian organik mengkombinasikan pengetahuan ilmiah mengenai ekologi dan teknologi modern mengenai praktek pertanian tradisional menurut proses biologis yang terjadi secara alami. Metode pertanian organik dipelajari di dalam bidang ekologi pertanian. Pertanian konvensional memakai pestisida dan pupuk sintetik, sedangkan pertanian organik membatasinya dengan hanya memakai pestisida dan pupuk alami. Prinsip metode pertanian organik meliputi rotasi tanaman, pupuk hijau/kompos, pengendalian hama biologis, dan pengolahan tanah secara mekanis. Pertanian organik memanfaatkan proses alami di dalam lingkungan untuk mendukung produktivitas pertanian, ibarat pemanfaatan legum untuk mengikat nitrogen ke dalam tanah, memanfaatkan predator untuk menaggulangi hama, rotasi tumbuhan untuk mengembalikan kondisi tanah dan mencegah penumpukan hama, penggunaan mulsa untuk mengendalikan hama dan penyakit, dan pemanfaatan materi alami, termasuk mineral materi tambang yang tidak diproses atau diproses secara minimal, sebagai pupuk, pestisida, dan pengkondisian tanah. Tanaman yang lebih unggul dan tangguh dikembangkan melalui pemuliaan tumbuhan dan tidak dimodifikasi memakai rekayasa genetika.

Keanekaragaman hayati

Tingginya keanekaragaman tumbuhan pertanian yakni salah satu penciri pertanian organik. Pertanian konvensional fokus pada produksi massal hasil pertanian tunggal di lahan, yang disebut dengan monokultur. Dalam ekologi pertanian diketahui bahwa polikultur (penanaman banyak sekali jenis tumbuhan pada satu ahan) lebih menguntungkan dan lebih sering diterapkan di pertanian organik.[16] Penanaman banyak sekali jenis sayuran mendukung banyak sekali jenis serangga yang bersifat menguntungkan, mikroorganisme tanah, dan faktor lainnya yang menambah kesehatan lahan pertanian. Keanekaragaman tumbuhan pertanian membantu lingkungan untuk mempertahankan suatu spesies yang bersahabat dengan lahan pertanian supaya tidak punah.

Pengelolaan tanah

Pertanian organik bergantung sepenuhnya pada dekomposisi materi organik tanah, memakai banyak sekali teknik ibarat pupuk hijau dan kompos untuk menggantikan nutrisi yang hilang dari tanah oleh tumbuhan pertanian sebelumnya. Proses biologis ini dikendalikan oleh banyak sekali mikroorganisme ibarat mikoriza yang memungkinkan terjadinya produksi nutrisi secara alami di dalam tanah sepanjang animo tanam. Pertanian organik mendayagunakan banyak sekali metode untuk meningkatkan kesuburan tanah, termasuk rotasi tanaman, pemanfaatan tumbuhan penutup, pengolahan tanah tereduksi, dan penerapan kompos. Dengan mengurangi pengolahan tanah, maka tanah tidak dibalik dan tidak terpapar oleh udara. Hal ini berarti nutrisi yang bersifat gampang menguap ibarat nitrogen dan karbon semakin sedikit yang menghilang.

Tumbuhan membutuhkan banyak sekali nutrisi ibarat nitrogen, fosfor, dan nutrisi mikro lainnya serta kekerabatan simbiosis dengan fungi dan organisme lainnya untuk berkembang dengan baik. Sinkronisasi dibutuhkan supaya flora mendapat nitrogen yang cukup pada waktu yang tepat. Hal ini menjadi salah satu tantangan di dalam pertanian organik.[18] Residu tumbuhan sanggup dikembalikan ke tanah sehingga membusuk dan memperlihatkan nutrisi bagi tanah.[18] Dalam banyak kasus, pengaturan pH dibutuhkan dengan memakai kapur pertanian dan sulfur.

Lahan perjuangan tani yang tidak mempunyai perjuangan peternakan di dalamnya mungkin akan lebih sulit dalam mengembalikan kesuburan tanah dan membutuhkan input kotoran dari luar untuk dipakai sebagai sumber nitrogen yang baik. Namun nitrogen juga sanggup diberikan dengan memakai legum sebagai tumbuhan epilog tanah.

Penelitian dalam ilmu biologi pada tanah dan mikroorganisme yang hidup di dalamnya telah membuktikan manfaat bagi pertanian organik. Berbagai jenis kuman dan fungi memecah materi kimia, residu tanaman, dan kotoran binatang menjadi nutrisi yang sanggup diserap oleh tumbuhan, sehingga tumbuhan pertanian menjadi produktif.

Pengelolaan gulma

Pengelolaan gulma secara organik bersifat menekan, bukan memberantas gulma, dengan meningkatkan kompetisi dan mendayagunakan sifat fitotoksik tanaman. Pertanian organik mengintegrasikan taktik budaya, biologi, mekanis, fisik, dan kimiawi untuk mengelola gulma tanpa memakai herbisida sintetik.

Berbagai standar organik membutuhkan rotasi tumbuhan dari tumbuhan semusim, yang berarti satu jenis tumbuhan tidak bisa ditumbuhkan di lokasi yang sama tanpa flora antara yang berbeda jenisnya. Rotasi tumbuhan secara organik meliputi tumbuhan epilog yang menekan pertumbuhan gulma dan tumbuhan dengan siklus hidup yang tidak sama untuk menekan pertumbuhan gulma yang hanya menyerang jenis tumbuhan tertentu.[22] Berbagai penelitian dikerjakan untuk membuatkan metode organik untuk mendukung pertumbuhan mikroorganisme yang secara alami menekan pertumbuhan atau perkecambahan gulma.[24] Metode lainnya yaitu meningkatkan tingkat kompetisi tumbuhan pertanian untuk menekan pertumbuhan gulma dengan banyak sekali cara ibarat mengatur tingkat kepadatan penanaman, mengatur jumlah varietas tumbuhan yang ditanam, dan mengatur periode penanaman.

Pengendalian gulma secara mekanis dan fisik sanggup dilakukan dengan:

    Pengolahan tanah - membalik tanah di atara tumbuhan untuk menempatkan residu tumbuhan dan gulma ke dalam tanah.

    Pemotongan

    Memberikan panas ke tanah

    Pemberian mulsa untuk menghalangi pertumbuhan gulma (lihat plastikultura)

Namun metode pengolahan tanah dikritik sebagian kalangan lantaran sanggup menimbulkan erosi.FAO dan banyak sekali organisasi mempromosikan pendekatan pertanian tanpa pengolahan tanah (no till farming) dan menekankan pada rotasi tanaman.[28][29] Sebuah studi pertanda bahwa rotasi tumbuhan dan pemanfaatan tumbuhan epilog tanah bisa mengurangi pengikisan tanah, mengendalikan hama, dan menekan penggunaan pestisida secara signifikan.[30] Beberapa materi kimia yang tersedia secara alami sanggup dipakai sebagai herbisida (bioherbisida), ibarat asam asetat, tepung gluten jagung, dan minyak atsiri. Bioherbisida yang berbasis fungi patogen yang menjadi benalu bagi gulma, juga telah dikembangkan.

Gulma juga sanggup dikendalikan dengan memanfaatkan penggembalaan binatang di atas lahan pertanian. Angsa telah dipelihara secara jelajah bebas di atas lahan kapas, strawberry, tembakau, dan jagung untuk menekan pertumbuhan gulma.[31] Petani sawah di banyak sekali belahan dunia juga memelihara angsa dan ikan di sawah untuk memakan gulma dan serangga.

Hewan ternak

Usaha pemeliharaan binatang ternak yang menghasilkan daging, susu, dan telur secara organik sanggup menjadi komplemen bagi perjuangan pertanian organik. Berbagai pembuat kebijakan mempunyai perilaku yang bervariasi mengenai kesejahteraan hewan, namun USDA secara umum tidak mengutamakan kesejahteraan binatang untuk memberi label produk organik.[33] Kuda dan sapi sanggup menjadi binatang pekerja yang menyediakan tenaga untuk menggerakkan mesin, membajak, menambah kesuburan tanah dengan kotorannya, dan menjadi sumber materi bakar (misal biogas).

Keekonomian

Keekonomian dari pertanian organik merupakan subbidang dari ekonomi pertanian yang meliputi seluruh jenis proses dan dampak dari pertanian organik terhadap masyarakat, terutama biaya sosial, biaya peluang, biaya tak terduga, asimetri informasi, ekonomi skala, dan sebagainya. Meski cakupan ekonomi begitu luas, pada ekonomi pertanian fokusnya ada pada maksimisasi hasil dan efisiensi pada tingkat lahan perjuangan tani. Ekonomi merupakan pendekatan antroposentrik terhadap nilai alam (misal keanekaragaman hayati). Beberapa forum dan pemerintahan memperlihatkan subsidi kepada pertanian organik dalam skala besar lantaran keuntungannya yang begitu banyak pada lingkungan.

Persebaran produsen

Pasar produk organik paling besar lengan berkuasa berada di Amerika Utara dan Eropa, yang pada tahun 2001 diperkirakan telah menguasai antara US$ 6 hingga 8 miliar dari pangsa pasar global yang sebesar US$ 20 miliar.[35]:6 Australasia mempunyai 39% pangsa lahan perjuangan tani organik di seluruh dunia, namun 97% dari lahan ini merupakan tempat penggembalaan yang tidak menghasilkan materi pangan secara langsung. Di sisi lain, Amerika Serikat, dengan lahan yang lebih sempit, mempunyai tingkat penjualan 20 kali lebih banyak dibandingkan Australia.[35]:7 Lahan perjuangan tani organik di Eropa menguasai 23% dari lahan perjuangan tani organik dunia, diikuti Amerika Latin dengan 19%, Asia 9.5%, Amerika Utara 7.2%, dan Afrika 3%.

Selain Australia, negara dengan lahan perjuangan tani organik terbesar yakni Argentina yang mencapai 3.1 juta hektare, China 2.3 juta hektare, dan Amerika Serikat 1.6 juta hektare. Kebanyakan lahan organik di Argentina yakni lahan penggembalaan ibarat Australia. Brazil merupakan eksportir produk organik terbesar.

Di Uni Eropa pada tahun 2005, 3.9% dari total lahan pertanian merupakan lahan perjuangan tani organik. Negara di Uni Eropa dengan proporsi lahan terbesar yakni Austria 11%, Italia 8.4%, dan Republik Ceko dan Yunani (keduanya 7.2%). Yang paling sempit yakni Malta 0.15, Polandia 0.6% (168 ribu hektare),[37] dan Irlandia 0.8%.[38][39] Pada tahun 2009, proporsi lahan organik di Uni Eropa tumbuh hingga 4.7%.[40] Pada tahun 2010, 16% petani Austria bercocok tanam secara organik.

Setelah keruntuhan Uni Soviet pada tahun 1991, input perjuangan pertanian (terutama pestisida dan pupuk sintetik) yang sebelumnya didatangkan dari negara Eropa TImur tidak lagi tersedia di Kuba. Banyak petani Kuba beralih menjadi petani organik lantaran keterpaksaan.[42] Sehingga pertanian organik menjadi cara yang utama dalam menghasilkan materi pangan hingga sekarang.

Pertumbuhan

Pada tahun 2001, diperkirakan nilai pasar produk organik bersertifikat di seluruh dunia yakni US$ 20 miliar. Pada tahun 2002, nilainya menjadi US$ 23 miliar dan pada tahun 2007 US$ 46 miliar. Pada tahun 2012, nilainya telah mencapai US$ 63 miliar.

Eropa dan Amerika Utara mengalami peningkatan tertinggi dalam hal luas lahan.[46]:26 Antara tahun 2005 hingga 2008, Uni Eropa mengalami ekspansi sebesar 21%.[47] Hal ini disebabkan santunan subsidi pertanian di Uni Eropa yang beralih dari pertanian konvensional ke pertanian organik lantaran besarnya manfaat bagi lingkungan. Namun Amerika Serikat masih mensubsidi pertanian konvensional, terutama gula dan jagung.[48] Hal inilah yang menjadi pembeda antara Uni Eropa dan Amerika Serikat. Secara persentase luas lahan pertanian total pada kedua wilayah tersebut, 4.6% di Uni Eropa yakni lahan pertanian organik sedangkan di Amerika Serikat hanya 0.6% dari total luas lahan pertaniannya.

Produktivitas

Berbagai studi mengenai produktivitas pertanian organik beragam.

Sebuah studi yang dilakukan pada tahun 1990 dengan data dari 26 jenis hasil tumbuhan pertanian dan dua hasil peternakan pada ratusan lahan perjuangan tani menyimpulkan bahwa tidak ada perbedaan berarti secara statistik antara pertanian organik dan pertanian konvensional. Perbedaan berarti hanya ada pada produksi susu dan kacang-kacangan di mana pertanian organik lebih banyak menghasilkan dibandingkan pertanian konvensional.

Sebuah survei di Amerika Serikat yang dipublikasikan pada tahun 2001 menganalisis 150 animo tanam serealia dan kacang kedelai dan mendapati bahwa pertanian organik menghasilkan antara 5% lebih sedikit hingga setara dibandingkan pertanian konvensional.

Sebuah studi yang berlangsung selama dua dekade dan dipublikasikan pada tahun 2002 mendapat bahwa pertanian organik menghasilkan 20% lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional dengan memakai pupuk 50% lebih sedikit, pestisida 97% lebih sedikit, dan input energi 34-53% lebih sedikit. Meski lebih sedikit menghasilkan, namun dengan input materi kimia pertanian dan materi bakar yang lebih sedikit, petani bisa mendapat menghasilkan laba lebih banyak.

Sebuah studi pada tahun 2003 menemukan bahwa di animo kering, pertanian organik menghasilkan lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional.[52][53] Pertanian organik juga bisa bertahan melawan gangguan cuaca ibarat angin ribut dan topan, lebih baik dibandingkan pertanian konvensional. Lapisan tanah atas pada pertanian organik tidak menghilang sebanyak pertanian konvensional ketika diterpa angin kencang.

Sebuah studi yang diterbitkan pada tahun 2005 membandingkan pertanian konvensional, pertanian organik berbasis hewan, dan pertanian organik berbasis legum pada Institut Rodale selama 22 tahun. Studi ini mendapati bahwa untuk penanaman jagung dan kedelai cenderung menghasilkan dalam jumlah yang setara di antara ketiganya, namun pertanian organik berbasis legum dan berbasis binatang membutuhkan energi fosil yang lebih sedikit secara signifikan. Dan pada pertanian organik, pestisida dan pupuk sintetik tidak dipakai sama sekali.

Pada studi yang dilakukan pada tahun 2007 menggabungkan 293 penelitian yang telah dilakukan untuk menilai efisiensi secara keseluruhan antara kedua sistem pertanian dan menemukan bahwa metode organk sanggup memproduksi materi pangan yang mencukupi bagi populasi dunia untuk mendukung kelangsungan hidup insan dengan kebutuhan lahan yang lebih sedikit. Para peneliti juga menemukan bahwa di negara maju meski pertanian organik menghasilkan 8% lebih sedikit dibandingkan pertanian konvensional, namun di negara miskin pertanian organik menghasilkan 80% lebih banyak dibandingkan pertanian konvensional. hal ini dikarenakan di negara miskin bahan-bahan organik untuk input perjuangan pertanian lebih gampang didapatkan dibandingkan saluran menuju pestisida dan pupuk sintetik.[58] Namun studi ini ditantang kebenarannya dengan studi lain pada tahun 2008 yang menyatakan bahwa estimasi berlebihan pada pertanian organik dikarenakan misinterpretasi data dan kesalahan hitung.

Sebuah studi pada tahun 1999 oleh Badang Perlindungan Lingkungan Denmark menemukan bahwa, pertanian organik menghasilkan kentang, bit gula, dan rumput lebih sedikit, hingga 50%-nya saja, dibandingkan pertanian konvensional.[60] Michael Pollan, pengarang dari The Omnivore's Dilemma, merespon publikasi ini dengan menyatakan bahwa hasil pertanian dunia rata-rata lebih rendah dibandingkan hasil pertanian berkelanjutan modern. Dengan mengakibatkan lebih banyak didominasi perjuangan pertanian dunia berhaluan organik sanggup meningkatkan hasil pangan dunia hingga 50% lebih banyak.

Sebuah studi analisis yang diterbitkan tahun 2012 menyarankan supaya petani mengambil langkah hibrid atau kombinasi antara pertanian organik dan konvensional demi memenuhi kebutuhan pangan insan sambil menjaga kualitas lingkungan.

Keuntungan

Pengurangan penggunaan pestisida dan pupuk sintetik disertai dengan harga premium bagi materi pangan organik berkontribusi pada laba petani yang lebih tinggi. Secara umum pertanian organik lebih menguntungkan dibandingkan pertanian konvensional. Tanpa harga premium, pertanian organik mendapat hasil yang beragam, ada yang untung dan ada yang rugi.[35]:11 Organic production was more profitable in Wisconsin, given price premiums.[64] Bagi pasar tradisional dan pasar modern, materi pangan organik juga lebih menguntungkan dan umumnya dijual pada laba yang lebih tinggi dibandingkan materi pangan non-organik.

Meskipun pembeli membandingkan harga dan membeli secara sadar, materi pangan organik tidak selalu lebih mahal dibandingkan materi pangan non-organik. Seperti teladan pada tahun 2000, sebuah perjuangan restoran mengganti 85% materi baku yang digunakannya ke organik tanpa meningkatkan harga bagi pembelinya. Pemilik restoran juga menyatakan bahwa semenjak tahun 2000, harga materi pangan organik telah turun dan ketika ini tidak lagi menjadi problem untuk mendapat materi pangan organik dengan harga yang bersaing.

Tenaga kerja

Sebuah surver yang dilakukan di Irlandia dan Britania Raya menemukan bahwa pertanian organik mempekerjakan lebih banyak tenaga kerja dibandingkan pertanian konvensional. Perbedaan ini terlihat terang pada ukuran lahan perjuangan tani yang lebih besar. Para peneliti menyimpulkan bahwa akan ada lapangan pekerjaan di bidang pertanian 19% lebih banyak di Inggris, dan 6% lebih banyak di Irlandia, kalau 20% perjuangan pertanian di kedua negara menjadi perjuangan pertanian organik.

Eksternalitas

Eksternalitas yakni biaya atau laba yang harus ditanggung atau diterima oleh suatu pihak yang tidak menimbulkan terbentuknya biaya atau laba tersebut. Dalam pertanian secara umum, eksternalitas yang terjadi pada masyarakat biasanya dikarenakan penggunaan sumber daya ibarat air, hilangnya keanekaragaman hayati, terjadinya erosi, berpindahnya pajak masyarakat ke pertanian melalui subsidi pertanian, dan sebagainya. Eksternalitas positif contohnya terbentuknya kemandirian, terciptanya kewirausahaan dan lapangan kerja, dan mensupai materi pangan lokal. Tidak terkecuali pada pertanian organik, ada eksternalitas secara positif dan negatifnya.

Di Inggris pada tahun 2000, biaya eksternalitas negatif yang tidak terbayarkan mencapai 2343 juta pundsterling atau 208 poundsterling per hektare lahan pertanian.[70] Di Amerika Serikat, biaya eksternalitas negatif pada kebijaksanaan daya tumbuhan diperkirakan mencapai US$5 hingga 16 miliar atau US$30-96 per hektare, dan pada peternakan mencapau US$714 juta.

Pertanian organik mempunyai biaya eksternalitas negatif yang lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional. Beberapa survey menemukan bahwa pertanian organik lebih sedikit merusak lingkungan lantaran tingkat kehilangan keanekaragaman hayati lebih rendah dibandingkan pertanian konvensional, dan pertanian organik memakai lebih sedikit energi dan menghasilkan lebih sedikit limbah per unit luas lahan perjuangan tani.[73][74] Pada tahun 2003, Department for Environment Food and Rural Affairs di Inggris menemukan hasil yang serupa bahwa pertanian organik mempunyai lebih banyak manfaat bagi lingkungan, namun manfaat itu dikatakan cenderung tidak berarti lantaran hasil pertaniannya yang lebih sedikit per luas lahan.

Sebuah studi perbandingan yang dilakukan antara peternakan susu di Wisconsin dan Selandia Baru menemukan bahwa, dengan memakai jumlah emisi per kg susu yang dihasilkan, peternakan susu di Selandia Baru menghasilkan lebih banyak emisi gas metana dan di Wisconsin lebih banyak menghasilkan emisi gas karbon dioksida. Keduanya merupakan gas rumah kaca. Hal ini dikarenakan di Selandia Baru, sapi lebih banyak diberikan rumput dan hijauan, sedangkan di Wisconsin lebih banyak berupa konsentrat. Selulosa diubah menjadi asetat (CH3COO-) di dalam perut sapi dan sanggup menjelma gas metana. Pada pakan konsentrat, kandungan selulosa lebih rendah sehingga ion propanoat (CH3CH2COO-) lebih banyak dihasilkan dibandingkan asetat, sehingga emisi metana berkurang.

Pestisida

Tidak ibarat pertanian konvensional, pertanian organik menghindari penggunaan pestisida sintetik. Beberapa jenis pestisida sintetik merusak lingkungan dan kesehatan manusia. Anak kecil mempunyai risiko kesehatan yang lebih tinggi dibandingkan orang cukup umur kalau terpapar secara langsung.

Ada lima jenis pestisida alami (berupa hasil tambang murni atau identik alami) yang dipakai dalam pertanian organik, yaitu toksin bakteri, piretrin, rotenon, tembaga, dan sulfur. Namun petani organik pengguna pestisida jenis tersebut sangatlah sedikit; sebagian besar tidak memakai pestisida sama sekali. Hanya 10 persen petani organik yang memakai pestisida berbahan dasar tumbuhan, 12 persen memakai sulfur, dan 7 persen memakai pestisida berbahan dasar tembaga.

Aliran air permukaan merupakan salah satu risiko lingkungan penggunaan pestisida yang sangat membahayakan. USDA melacak dampak lingkungan dari kontaminasi perairan dan menyimpulkan bahwa meski kebijakan penggunaan pestisida di tingkat negara telah mengurangi risiko lingkungan, namun masih terdapat wilayah di mana airnya tidak sanggup diminum atau organisme yang hidup di dalamnya dihentikan dimakan. Sebagian besar risiko kesehatan tersebut tidak terlacak dengan baik dan harus ditanggung oleh penderita. Pada pertanian organik, risiko ini hampir tidak ada lantaran pestisida sintetik tidak digunakan, sehingga ikut berkontribusi menjaga kesehatan masyarakat di sekitar lahan perjuangan tani.

Kualitas dan keamanan pangan

Keberadaan bukti ilmiah terkait perbedaan keamanan dan kualitas nutrisi antara materi pangan organik dan materi pangan konvensional tidak mencukupi dan cenderung memperlihatkan hasil yang bervariasi.

Sebuah studi pada tahun 2009 mengenai imbas bagi kesehatan yang dilakukan oleh Badan Standar Pangan Inggris menganalisis sebelas artikel dan menyimpulkan bahwa data yang diberikan sangat bervariasi dan tidak ditemukan perbedaan signifikan antara materi pangan organik dan materi pangan konvensional, juga terhadap kualitas nutrisinya.

Studi yang dilakukan secara individu mempertimbangkan bermacam-macam dampak yang mungkin didapatkan, ibarat residu pestisida pada materi pangan.[85] Risiko kesehatan dari residu pestisida tidak bisa dipandang sebelah mata,[92][93] namun keberadaan dan kadar residu pestisida pada kedua jenis materi pangan masih diperdebatkan.[85] Hanya satu dampak kesehatan yang diyakini baik pada materi pangan organik yakni kadar nitrat yang lebih rendah yang disebabkan penggunaan pupuk berbasis nitrat yang tidak dilakukan pada pertanian organik. Beberapa masih mempertanyakan tugas nitrat di dalam badan manusia.[94] Dampak keberadaan residu pestisida organik berbasis tumbuhan dan patogen kuman juga tidak mempunyai data yang mencukupi.

Namun harga materi pangan organik yang cenderung lebih tinggi dibandingkan materi pangan konvensional sanggup menghalangi konsumsi materi pangan organik.

Konservasi tanah

Pertanian organik diyakini bisa mengelola tanah dengan baik dengan kemampuan menahan air yang lebih tinggi.[95] Hal ini dipercaya menjadi alasannya yakni mengapa pertanian organik bisa bertahan pada tahun yang kering. Pertanian organik bisa membentuk materi organik tanah lebih baik dibandingkan pertanian konvensional, yang sanggup memberi manfaat jangka panjang.

Dalam buku Dirt: The Erosion of Civilizations, pakar geomorfologi David Montgomery mengemukakan krisis yang akan tiba yang berasal dari erosi. Pertanian bergantung sepenuhnya pada tanah atas (top soil) yang kurang lebih sedalam satu meter, namun belahan ini terus terkuras dengan laju sepuluh kali dibandingkan laju pengembaliannya.[97] Pertanian konvensional tanpa pengolahan tanah, yang sangat bergantung pada herbisida untuk membasmi gulma, yakni salah satu cara untuk meminimalisasi erosi. Namun sebuah studi yang dilakukan oleh USDA menemkan bahwa aplikasi pupuk sangkar pada lahan pertanian, meskipun lahan tersebut dibajak, sanggup membangun lapisan tanah atas lebih cepat dibanginkan pertanian konvensional tanpa pengolahan tanah.

Perubahan iklim

Pertanian organik menekankan pada siklus nutrisi alami, keanekaragaman hayati, dan administrasi tanah efektif untuk mencegah atau bahkan membalikkan imbas perubahan iklim.[101] Pertanian organik sanggup mengurangi penggunaan materi bakar fosil secara signifikan dan memitigasi karbon di atmosfer ke dalam tanah. Dengan mengeliminasi penggunaan nitrogen sintetik, pertanian organik bisa mengurangi penggunaan materi bakar fosil yang dipakai dalam produksi pupuk sintetik.

Data mengenai jumlah karbon di dalam tanah pertanda bahwa metode pertanian organik merupakan salah satu metode yang paling efektif dalam memitigasi emisi CO2.

Namun kritik mengenai pertanian organik mengemuka pada kebutuhan lahan bagi produksi materi pangan organik lantaran produktivitasnya yang masih dipertanyakan, sehingga berpotensi bisa menggusur hutan dan ekosistem alam liar.

Pembilasan nutrisi

Pemberian nutrisi yang berlebih bisa menimbulkan nutrisi terbilas oleh air hujan dan bergerak menuju perairan sehingga menimbulkan eutrofikasi. Selain itu, nitrat yang menjadi materi dasar pupuk membahayakan binatang air. Pupuk nitrat, yang menjadi pencemar utama perairan dari lahan pertanian, diyakini akan meningkat penggunaannya menjadi hampir tiga kali lipat pada tahun 2050.[104] Nitrat yang terbilas menjadi salah satu faktor inefisiensi dari pertanian konvensional lantaran nutrisi yang seharusnya diserap oleh tumbuhan menjadi hilang.

Lahan pertanian yang diberikan pupuk secara organik bisa mengurangi secara signifikan pembilasan nitrat, kalau dibandingkan dengan pertanian konvensional. Pembilasan nitrat pada lahan pertanian konvensional lebih besar 4.4 hingga 5.6 kali lipat dibandingkan lahan pertanian organik.[105] Namun bukan berarti pertanian organik bebas nitrat; kotoran binatang yang dipakai sebagai pupuk pada pertanian organik juga sanggup menjelma nitrat sesudah proses fiksasi oleh bakteri. Tetapi nitrat hasil fiksasi lebih terikat oleh tanah, sehingga risiko terbilas ke perairan lebih rendah.

Zona mati yang telah membesar di Teluk Meksiko disebabkan oleh fatwa air permukaan dari lahan pertanian, yang tiba dari kombinasi pupuk sintetik dan pupuk kandang. Lebih dari setengah nitrogen yang dilepaskan ke Teluk Meksiko tiba dari pertanian. Hal ini menimbulkan para nelayan harus berlayar jauh dari bibir pantai untuk mendapat ikan, meningkatkan biaya bagi nelayan.[106] Aliran air permukaan dari lahan pertanian serta kejadian ledakan populasi alga di California merupakan kejadian yang sangat terkait erat.

Pembilasan nitrogen ke Sungai Danube telah turun semenjak meningkatkan lahan perjuangan tani organik di sekitar sungai. Manfaat yang didapatkan setara dengan 1 Euro per kg nitrogen yang tidak lepas ke perairan.

Belum ada Komentar untuk "✔ Pertanian Organik: Pengertian, Sejarah Dan Klarifikasi Lengkap"

Posting Komentar

Iklan Atas Artikel

Iklan Tengah Artikel 1

Iklan Tengah Artikel 2

Iklan Bawah Artikel